Agar Tidak Tersesat di Gunung

Banyak yang bilang tujuan mendaki gunung adalah pulang dengan selamat. Pernyataan itu benar adanya, apa gunanya kita sampai puncak idaman, mendapatkan foto bagus tapi mengalami hal yang tidak kita inginkan, terluka, tersesat atau yang paling mengerikan tidak bisa pulang dengan selamat.

Hiking dan pendakian gunung biasanya memang melewati jalur atau track yang sudah ada, entah itu dibuat oleh pihak yang berwenang (perhutani, Taman Nasional, BKSDA), penduduk sekitar (biasanya untuk kepentingan mata pencaharian atau pencarian sumber daya), komunitas pegiat alam, peninggalan sejarah atau jalur alami yang terbentuk karena proses alam (jalur lava atau jalur air). 

Menyusuri jalur yang ada memang seharusnya tidak membuat seorang pendaki tersesat di gunung dan bisa pulang, itu logikanya, seperti pendapat seorang pendaki (nama dan foto profil disamarkan) yang di upload di akun facebooknya, seperti ini:


Kenyataannya, kejadian pendaki tersesat di gunung bahkan hilang masih terjadi. Artinya logika bahwa dengan jalan turun mengikuti jalur akan selalu pulang ke bawah tidak selalu benar. Penyebab pendaki tersesat di gunung biasanya karena :  

Malas. Sebelum tersesat, seorang pendaki pasti melalui sebuah jalur dulu, walaupun yang dilalui bukan jalur yang benar yang akhirnya membuat teresat. Setelah sadar kalau dia tidak melewati jalur yang benar, dia tidak mau kembali pada persimpangan dimana terdapat jalur yang benar. Hal ini disebabkan karena jarak yang ditempuh sudah jauh dan waktu yang dihabiskan sudah lama. Egonya akan mengatakan “jauhnya jarak dan dan lamanya waktu tempuh pasti membuat sebentar lagi sampai bawah”. Bisa seperti demikian, bisa juga tidak. Kalau tidak, maka pendaki itu akan berada dalam ketidakpastian kemana akan menuju dan kapan akan sampai.

Daripada berada dalam ketidakpastian yang membahayakan nyawa, sebaiknya kembali lagi menyusuri jalur yang sudah dilewati untuk menemukan persimpangan menuju jalur yang benar.
  
Kabut. Pendaki yang rutin melakukan pendakian pasti pernah menemui kabut tebal menghalangi pandangan. Hal ini bisa menyebabkan diorientasi jalur, terlebih pada jalur berpasir (seperti jalur menuju puncak Gunung Rinjani atau Semeru) atau ketika mendaki malam hari. 
  
Jalan bercabang. Seperti diterangkan diatas, jalur pendakian berasal dari berbagai macam sumber, tergantung maksud dan tujuan orang yang membuat atau yang biasa melewati. Tidak semua jalur yang ada merupakan jalur pendakian. Salah menentukan jalur bisa menyebabkan tersesat di gunung. 

Jalur hilang atau dipindah. Karena proses alam seperti tanah longsor, gunung meletus, pohon tumbang dan lain-lain bisa membuat jalur yang biasa dilewati menjadi hilang dan dipindah bahkan ditutup karena alasan keamanan. Sebagai seorang pendaki harusnya kita mengikuti update informasi dengan bertanya atau mencari tau lewat google, ketik saja nama destinasi dan jalur yang kita pilih, buka postingan paling update. Jangan memaksakan mengikuti jalur yang hilang atau tidak jelas jika tidak ingin tersesat di gunung. 

Tidak ada alat navigasi. Membawa dan menguasai alat navigasi seperti peta, kompas, GPS atau alat navigasi lain adalah wajib bagi pendaki. Tidak membawa alat navigasi bisa menyebabkan tersesat di gunung ketika kita menemui kabut tebal, jalan bercabang atau jalur hilang. 

Dalam satu tim tidak ada orang yang pernah melewati jalur yang kita pilih. Penunjuk jalan paling sederhana adalah dengan mengajak orang atau pendaki yang pernah melewati jalur yang kita pilih. Orang itulah yang akan memilihkan jalan ketika terjadi disorientasi jalur. 

Lalu apa saja yang harus kita lakukan agar tidak tersesat atau untuk mengurangi resiko fatal ketika tersesat di gunung? Berikut tipsnya 

Beritahu orang lain. Buatlah perencanaan perjalanan atau itinerary (tujuan, jalur yang dipilih, tanggal berangkat dan tanggal pulang) dan share pada orang-orang terdekat (keluarga dan orang yang biasa melakukan perjalanan dengan kita). Jadilah pendaki yang tertib administrasi dengan melakukan registrasi untuk mendapatkan Simaksi di basecamp pendakian. Memberitahu orang-orang tentang tujuan dan jadwal kita akan membantu lebih cepat mendapat pertolongan ketika tersesat di gunung. 

Persiapan yang baik. Persiapan disini mencakup persiapan fisik dan mental, peralatan lengkap dan logistik yang lebih dari cukup. Peralatan wajib pendaki bisa dilihat di peralatan wajib pendaki gunung. 

Jalan siang. Melakukan perjalanan siang hari bisa mengurangi resiko tersesat di gunung jika dibandingkan jalan malam hari, karena jalur terlihat lebih jelas dengan pandangan yang lebih jauh. 

Selalu memperhatikan sekitar. Mengamati jalur pendakian yang kita lewati juga bisa mengurangi resiko fatal ketika tersesat di gunung. Kita bisa menjadikan pohon, batu atau hal unik lain sebagai tanda. Jika kita keluar jalur kita bisa mencari tanda itu untuk kembali pada jalur. 

Batre penuh. Sebelum berangkat pastikan batre ponsel atau GPS kita dalam kondisi penuh. Membawa power bank lebih direkomendasikan. Dalam keadaan darurat alat komunikasi dan navigasi sangat dibutuhkan. 

Tetap pada jalur / Jangan coba-coba. Jangan mencoba untuk melewati jalur yang tidak jelas walaupun jalur itu terlihat lebih cepat sampai tujuan. Terlebih potong kompas tanpa pengetahuan dan kemampuan navigasi yang baik. Tetaplah melewati jalur yang jelas.

Ketika menemukan percabangan jalur, kadang jiwa petualang kita ingin mencoba, penasaran dengan apa yang akan dialami nanti. Tanpa pengetahuan, keahlian, bekal dan peralatan yang memadai sebaiknya tidak dilakukan. 

Mempelajari teknik survival. Dengan mengetahui teknik survival dan bushcraft (lebih baik kalau kita pernah mempraktekannya) diharapkan kita bisa bertahan hidup jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 

Jangan tersesat. Seperti yang sudah ditulis diatas kalau tujuan mendaki gunung adalah pulang dengan selamat, maka hal pertama yang harus kita usahakan adalah jangan sampai tersesat di gunung.  

Kisah pendaki tersesat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar